Kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM sudah TEPAT kah?
Kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM sudah TEPAT kah?

Kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM sudah TEPAT kah?

Kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM, sudah tepat Jokowi menaikkan harga BBM, karena subsidi BBM tidak tepat sasaran

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia antara 4% sampai 6%, pada dekade terakhir ini. Pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh empat faktor, diantaranya: konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan net eksport dan import. Jumlah rakyat Indonesia yang semakin hari semakin bertambah, tercatat sekarang sekitar 252 juta jiwa, dari keempat komponen yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yang paling dominan adalah factor konsumsi, kebanyakan rakyat Indonesia sifatnya bangsa kita masih sangat konsumtif, sehingga menyebabkan setiap tahunnya APBN kita selalu diatas produk domestik bruto (PDB).

Kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM sudah TEPAT kah?

Selain itu banyaknya keluhan tentang infrastructure, seperti akses transportasi, jalanan yang rusak, Jembatan yang jelek, terlalu sedikitnya pelabuhan dan bandara, hal ini menyebabkan biaya menjadi mahal, terutama biaya transportasi. Contoh saja harga jeruk dari cina dengan jeruk lokal lebih murah jeruk dari Negeri Tirai Bambu. Pertanyaanya adalah kenapa infrastructure di Indonesia yang sudah bertahun-tahun merdeka belum terbangun dengan baik, kemana larinya uang APBN selama ini yang lebih dari 1000 trillyun.

Kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM


Lihat postur anggaran APBN tahun 2014 sebagai acuan analisis, PENDAPATAN NEGARA dari (sector pajak Rp 1.110,2 triliun, Kepabeanan & Cukai sebesar Rp 170,2 triliun,  Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp385,4 triliun, Hibah Rp1,4 triliun) total Rp 1,667,1 triliun. Dari PENERIMAAN PEMBIAYAAN dari (Penarikan Pinjaman Dalam Negeri (Bruto) sebesar Rp1,3 triliun, Hasil Pengelolaan Aset sebesar Rp1,0 Triliun, Penerbitan Surat Berharga Negara sebesar Rp205,1 triliun, Pinjaman Program sebesar Rp3,9 triliun, Pinjaman Proyek sebesar Rp35,2 triliun, Perbankan Dalam Negeri sebesar Rp4,4 triliun) total 250,1 triliun. Sehingga didapat total dari keduanya adalah Rp 1,917,2 triliun.

Sedangkan Pengeluaran atau BELANJA NEGARA sebesar (Rp637,8 triliun untuk Belanja Kementerian Negara / Lembaga, Rp333,7 triliun untuk Subsidi, Rp121,3 triliun untuk Pembayaran Bunga Utang, Rp157,1 triliun untuk Belanja Lainnya, Rp487,9 triliun untuk Dana Perimbangan, Rp104,6 triliun untuk Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian) Total 1,842,5 triliun, sedangkan untuk PENGELUARAN PEMBIAYAAN adalah (Rp4,0 triliun untuk Dana Bergulir, Rp1,2 triliun untuk Penerusan Pinjaman, Rp1,1 triliun untuk Kewajiban Penjaminan, Rp5,0 triliun untuk Penyertaan Modal Negara, Rp58,8 triliun untuk Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, Rp0,3 triliun untuk Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman Dalam Negeri, Rp5,1 triliun untuk Cadangan Pembiayaan) total 75,5 triliun, total dari keduanya adalah Rp 1,918 triliun. Telihat bahwa APBN deficit 0,8 triliun setiap tahun.

Setiap tahun APBN Indonesia mengalami peningkatan, diikuti dengan peningkatan pendapatan perkapita,  termasuk PDB, perekonomian Indonesia tumbuh tiap tahunnya, namun hal ini tidak lantas menyebabkan eningkatan kesejahteraan rakyat yang signifikan, diantaranya adalah jumlah rakyat miskin tidak berkurang, malah cenderung bertambah. Apa yang salah dengan pengelolaan APBN yang sangat besar tersebut, karena terbukti belum adanya kontribusi nyata dalam peningkatan kesejahteraan rakyat.

Pengelolaan dan penggunaan APBN yang salah adalah salah satu penyebab kesejahteraan rakyat belum meningkat, diantaranya adalah karena dalam sector pembangunan tidak diperhatikan, hanya 30% dari APBN yang di gunakan untuk sector pembangunan dan sisanya 70% untuk hal-hal rutin seperti untuk pembayaran abdi Negara, Pendidikan dll, dan salah satu pengeluaran yang paling besar memakan APBN adalah subsidi BBM, bahkan pernah mencapai 300 triliun.

Permasalahan muncul lagi dari sector kelistrikan, pembangunan pembangkit listrik yang masih kurang dari untuk memenuhi konsumsi listrik masyarakat, yang menyebabkan sering padamnya listrik. Listrik sudah menjadi kebutuhan pokok rakyat Indonesia saat ini, Kelistrikan menjadi salah satu factor penentu kesejahteraan masyarakat, setidaknya pada tahun 2020 Indonesia memerlukan 15.000 megawatt, dan Negara tidak mempunyai uang untuk membiayainya.

Pendidikan yang berkualitas juga sangat penting, dengan dana Rp368,9 triliun setiap tahun untuk pendidikan, ternyata belum bisa memberikan pendidikan yang berkualitas untuk seluruh wilayah Indonesia, banyak ketimpangan yang terjadi dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. Padahal sangat diperlukan diantaranya untuk menghadapi kompetisi ASEAN 2015.

Kenapa pada masa pemerintahan SBY tidak berani menaikkan harga BBM ?

Seperti yang selalu kita dengar, bahwa pencabutan subsidi BBM adalah tindakan dan upaya yang tidak popular di mata masyarakat, termasuk PDIP yang paling nyaring suaranya dalam penolakan kenaikan BBM 10 tahun terakhir, sekarang balik mendukung Jokowi ini berarti rumor bahwa “Jokowi adalah (boneka) PDIP” secara tidak langsung tertepis.

Setidaknya adanaya harapan baru dan bisa dipandang realistis, walau banyak cibiran terkait kebijakan yang tidak popular dengan menaikkan harga BBM.

Asalkan uang dari Penarikan subsidi BBM digunakan dengan benar untuk membangun ekonomi jangka panjang, pembangunan pembangkit listrik, Pembangunan dalam bidang pendidikan untuk menghadapi kompetisi ASEAN 2015, supaya makin banyak pengusaha ,yang sebernarnya dalam sector pendidikan sudah dilakukan era SBY dengan memberikan porsi yang lebih untuk sekolah sekolah kejuruan.

Latar belakang kenaikan BBM ala Jokowi

Jika subsidi Energi / BBM yang yang sangat besar yaitu Rp282,1 triliun setiap tahun dialihkan untuk sector infrastructure maka sudah barang tentu akan meningkatakan kesejahteraan masyarakat, walau awalnya pahit namun untuk pembangunan jangka panjang sangatlah bagus. Kenapa demkian, karena kebanyakan yang menikmati subsidi BBM adalah golongan menengah keatas, walau imbasnya juga ke rakyat kecil, namun Subsidi BBM saat ini salah sasaran. Subsidi BBM dialihkan ke sector produktif yang pro rakyat, semisal pembangunan Waduk, karena tidak pernah adanya pembangunan waduk baru selama ini.

Pembangunan infrastruktur untuk mempercepat swasembada pangan di Indonesia adalah pro rakyat,mungkin saat pertama kali harga BBM naik maka terjadi Inflasi di mana-mana, harga cabe,tomat, bawang, brambang, serta kebutuhan pokok lainnya naik drastis, namun seiring dengan pembangunan infrastruktur dalam sector produktif yang memadai maka dengan sendirinya harga kebutuhan pokok tersebut akan menjadi murah dan mampu bersaing dengan harga-harga dari barang import.

Fokus pemerintah Jokowi-JK terkait pembangunan infrastruktur diantaranya adalah di sector pangan dengan melakukan perbaikan dan pembangunan irigasi, sector kemaritiman, setidaknya sudah dibentuk Kementerian Koordinator Kemaritiman saat ini dan akan berlanjut dengan janji Jokowi tentang pembangunan system transportasi Laut (Tol laut) ”Potensi kelautan kita luar biasa  dua per tiga wilayah Indonesia adalah lautan sehingga upaya ini dilakukan untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat” setidaknya Jokowi bisa membangun 5 Pelabuhan dalam Setahun dengan pengalihan subsidi BBM tersebut, Selain itu subsidi BBM juga dialihkan untuk perlindungan sosial lewat paket Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Keluarga Sehat, dan Kartu Keluarga Pintar.

Walaupun demikian, sebenarnya pemerintahan Jokowi memiliki alternatif lain selain menaikkan harga BBM, seperti janjinya dulu yaitu memberantas mafia Migas, jika dilakukan dan berhasil memberantas mafia migas, maka Negara bisa mengambil keuntungan hingga 100 T, atau juga bisa melalui subsidi silang, perampingan birokrasi, pemotongan perjalanan dinas hingga fasilitas yang tidak terlalu penting bisa dilakukan, maka dalam hitung-hitungan yang terpampang di benak saya, negara bisa menghemat ratusan trilliun, dan anggaran tersebut bisa digunakan untuk membangun infrastruktur Negara.
RECENT POSTS
    Info Unik